Di antara deraian mengalir tulus,
Terlihat tangan menggenggam erat,
Tak mau lepas, tak bisa ingin jauh.
Kelopakmu berkaca kaca, butiran butiran putih menetes,
Terlihat tangan menggenggam erat,
Tak mau lepas, tak bisa ingin jauh.
Kelopakmu berkaca kaca, butiran butiran putih menetes,
Matamu penuh air mata dan pipimu lembap.
Jelitaku...
Ini bukan sebuah sajak pisah, bukan juga akhir bersua,
Aku akan biarkan air matamu mengalir, bukan karena pilu yang menyayat,
Ataupun duri yang menggores jiwa, bukan juga kata kata yang berpedang.
Air matamu akan mengalir hanya untuk kebahagiaan,
Menetes karena kesetiaan yang tulus bersamamu apa adanya.
Bahagia karena tetap bersama di masa yang sangat sulit sekalipun,
Tanpa pengkhianatan dan pengingkaran.
Bahagiaku adalah saat aku bisa tersenyum dengan bebas,
Tertawa lepas hingga kadang ku lupa kalo aku sedang lapar.
Jelitaku...
Bersamamu itu indah walau hanya untuk berdua,
Sampai akhirnya kita lupa, kalau ternyata "mereka" begitu serakah,
Mereka menggenggam dengan tidak tulus seperti aku mencintaimu,
Tangan mereka gejolak pamrih memeras tanpa perasaan,
Saling menyikut, mendorong, bahkan menggunting hingga terpotong,
Tak peduli ada yang jatuh dan terinjak.
Jelitaku...
Mereka selalu begitu,
dan mungkin akan selalu begitu.
Ada burung yang melihat mereka,
iya,,itu burung Garuda,
Mereka telah lupa, lupa semua harapan dipundak mereka,
Tidak lagi ingat semua impian tulus kita,
Bahkan mereka lupa ada tulisan di bawah kaki burung itu.
Jelitaku...
Jangan tangisi ini, semua telah mati,
Mati rasa, mati sanubari.
Mereka adalah benalu yang bernaung di Senayan.
Jelitaku...
Bila malam tiba tolong bisikan pada PANCASILA,
Kalau kita lagi sakit rindu............
Jelitaku...
Ini bukan sebuah sajak pisah, bukan juga akhir bersua,
Aku akan biarkan air matamu mengalir, bukan karena pilu yang menyayat,
Ataupun duri yang menggores jiwa, bukan juga kata kata yang berpedang.
Air matamu akan mengalir hanya untuk kebahagiaan,
Menetes karena kesetiaan yang tulus bersamamu apa adanya.
Bahagia karena tetap bersama di masa yang sangat sulit sekalipun,
Tanpa pengkhianatan dan pengingkaran.
Bahagiaku adalah saat aku bisa tersenyum dengan bebas,
Tertawa lepas hingga kadang ku lupa kalo aku sedang lapar.
Jelitaku...
Bersamamu itu indah walau hanya untuk berdua,
Sampai akhirnya kita lupa, kalau ternyata "mereka" begitu serakah,
Mereka menggenggam dengan tidak tulus seperti aku mencintaimu,
Tangan mereka gejolak pamrih memeras tanpa perasaan,
Saling menyikut, mendorong, bahkan menggunting hingga terpotong,
Tak peduli ada yang jatuh dan terinjak.
Jelitaku...
Mereka selalu begitu,
dan mungkin akan selalu begitu.
Ada burung yang melihat mereka,
iya,,itu burung Garuda,
Mereka telah lupa, lupa semua harapan dipundak mereka,
Tidak lagi ingat semua impian tulus kita,
Bahkan mereka lupa ada tulisan di bawah kaki burung itu.
Jelitaku...
Jangan tangisi ini, semua telah mati,
Mati rasa, mati sanubari.
Mereka adalah benalu yang bernaung di Senayan.
Jelitaku...
Bila malam tiba tolong bisikan pada PANCASILA,
Kalau kita lagi sakit rindu............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar